Surat Terbuka Sandra Simonds Kepada Poetry Foundation

Adakah penulis layak menjadi mob-boss?

Pertama, biar saya jelaskan, penulis (tidak kisahlah kalau dia penyair atau apapun) bekerja melalui penulisan, dan penulis bukan manusia istimewa yang duduk di dalam gua menunggu hidayah dari langit, dan penulis (sila ubah stereotype anda tentang penyair) bukan pengemis berpakaian serabai yang hanya duduk di perbatasan arus masyarakat untuk melontar kerikil-kerikil kata ke kepala pemerintah sambil mengharapkan ada pihak datang dan menjulangnya ke angkasa sebagai Jesus atau Gandhi. 

Penulis adalah orang biasa yang, kebetulan, mempunyai kepakaran untuk memintal kata di atas kertas. Dan kerja ini pun bukan sepanjang masa mereka menghadap. Tidak; pena seorang penulis itu bukan tongkat sihir Gandalf atau Lord Voldermort yang bila-bila masa saja, kalau penulis itu inginkan, boleh dihayun-hayunkan ke langit lalu akan muncul raksasa untuk memuntahkan api dendam ke muka pengkritik yang tidak bertanggungjawab. Tidak; penulis-penulis yang saya kenal dan baca adalah orang yang ketagih menghadap dinding dan termenung sampai dagu mereka jatuh ke atas lantai. 

Penulis selalunya adalah orang seperti Sandra Simonds yang memerlukan duit daripada pihak lain. Kalau boleh cetak duit sendiri, rasanya penulis tidak akan peduli tentang penerbitan dan penerimaan pembaca. Namun, seperti dalam mana-mana pergaduhan, pihak Buzz Poet pun tidak salah sepenuhnya (cuma argumen mereka itu bengap saja), kerana pendapat terakhir dalam surat balas mereka itu yang penting:

I’m simply stating that the poetry community is not alone in our struggle for survival, and that I believe there are more creative ways to thrive other than depending on the support of the Poetry Foundation.

Ya. Ini sangat betul, dan ia bukan terbatas pada Poetry Foundation atau sastera Amerika saja. Seperti saya kata tadi, penulis adalah orang biasa, dan sebab kebiasaan itu juga kadang-kadang mereka akan berkelakuan tidak bertamadun terhadap editor dan penerbit buku. Menelefon editor membuat ugutan seolah-olah editor berhutang darah dengan mereka; melemparkan manuskrip ke meja editor dan penerbit seolah-olah ia adalah holy grail yang wajib dicetak bagi tatapan penghuni di langit dan di bumi; merungut di Facebook dan Twitter tentang penerbit yang tidak bersimpati mengalahkan anak-anak Tubby Bears; merintih dan merintih  (oh, kita tahu sebabnya apabila penulis mapan merintih di Facebook); dan lebih teruk, bergantung harap bantuan dana daripada pihak yang berpoket besar. Atau dalam kata lain: mengemis. 

Betul, penulis bukan dewa atau tukang sihir, tetapi itu tidak bermaksud penulis boleh membuat drama gangster murahan dalam dunia kesusasteraan. Ini bukan Jelatek bro!    

(Surat terbuka Buzz Poet kepada Sandra Simonds juga ada surat terbuka balas yang patut dibaca.)
 

 

Comments

Popular Posts