Acep Zamzam Noor: Solitude


Dekat gelombang yang terus mengucapkan namamu
Aku lupa jejak bulan yang dulu menerangi jalanku
Seribu tombak melesat dari obor-obor nelayan
Kunang-kunang berebut membakarku di sudut malam
Dan aku yang tak percaya kata-katanya, hanya terpejam

Paling sunyi mungkin cahaya yang bersahutan itu
Seperti suara yang dikirimkan dari gua-gua
Berkilauan mengoleskan pisau pada jantungku
Ketika kucoba sekali lagi menyebut namamu, pelan-pelan
Aku tenggelam oleh tikaman lembut dini hari

Batu-batu yang bertapa sepanjang sungai di nadimu
Seperti menemukan negeri baru dalam kesepianku
Subuh telah mengkhatamkan ayat-ayat kelamnya
Bintang-bintang terbujur sudah bersama pagi
Dan aku yang tak menyeru siapa-siapa, biarkan sendiri

***

Susunan kata di atas ruang putih adalah ibarat susunan kata dalam ruang minda. Ketenangan membaca puisi Acep Zamzam Noor berjudul Solitude bukan saja datang daripada susunan imej yang disusun pada setiap baris, tetapi juga pada keseimbangan baris-baris itu. Keindahan dalam puisi Acep sering kali adalah keindahan yang digarap dan dirasai secara menyeluruh. Imej dan suara alam seperti melimpah masuk ke dalam dirinya setiap kali dia menulis puisi. Bolehkah kita kata puisi Acep memberikan pengalaman mistik (saya tidak berani sebut sufi)? Ya boleh saja. Kita berjalan di setiap baris puisinya: kita berjalan bersama alam dan alam berjalan bersama kita.



Comments

Popular Posts