Dicari: Kritik(us) Sastra Indonesia oleh Saut Situmorang



"Seandainyapun eksistensi “kritik sastra” Indonesia mau dianggap ada, maka eksistensinya itu hanyalah sebuah eksistensi yang hidup-segan-mati-tak-mau belaka. Banyak memang penulis Indonesia yang menulis tentang sastra Indonesia, apa itu tentang sebuah karya sastra atau seorang sastrawan, tapi mayoritas tulisan-tulisan yang ada ini, apa itu berupa esei-lepas di koran atau majalah atau hasil penelitian akademis kesarjanaan seperti skripsi, sangat tidak memuaskan isinya untuk bisa disebut sebagai “kritik sastra”."
(Dipetik dari esei Saut Situmorang Dicari: Kritik(us) Sastra Indonesia)


Apabila membicarakan puisi sebagai satu bentuk seni penulisan, Sutardji Calzoum Bachri ialah pengkritik yang lebih bagus dari Saut Situmorang. Ini terbukti melalui buku kumpulan esei Sutardji berjudul Isyarat: Kumpulan Esei. Dalam setiap eseinya itu kita tidak merasakan yang Sutardji ingin berpolemik atau mencari gaduh dengan pembacanya seperti yang Saut suka sekali lakukan. Yang ada hanyalah cinta seorang penyair dengan seni penulisan yang telah dipilihnya.

Tetapi, walaupun saya tidak menyukainya, polemik memang tetap akan berlaku dalam sastera. Dan sekiranya berlaku peperangan kritikan antara Mohd. Affandi Hassan dan Saut Situmorang ( seorang pejuang sastera Islamik dan seorang lagi, kita anggap sahaja, sebagai pejuang sastera-Saut-Situmorang), saya akan lebih selesa duduk di kubu Saut. Itupun saya akan gali lubang yang dalam di bawah meja kerjanya dan memakukan semua pintu masuk agar saya bisa tidur dengan aman dan dijauhi daripada suara polemiknya.

Artikel penuh Saut boleh dibaca di sini.

Comments

Saut Situmorang said…
Silahkan baca esei di link di bawah ini:

http://boemipoetra.wordpress.com/2013/10/09/ekstasi-puisi/

Wan Nor Azriq said…
Saudara Saut, saya sudah membaca esei tersebut. Saya sangat menyenangi pendapat-pendapat di dalamnya, terutama sekali kredo Chairil yang dikutip itu. Namun saya sendiri selalunya, apabila berhadapan dengan sebuah puisi baru, akan lebih curiga dengan kebangkitan rasa katarsis. Bukan sebab ia tidak penting, tapi lebih kepada ingin meletakkan jarak aman antara saya dan ledakkan kata-kata seorang penyair. Ibarat permainan fireworks, ia lebih seronok dinikmati daripada jauh, kerana cahayanya tidak bisa membinarkan pandangan.

Popular Posts