Suara Dari Rumah-Rumah Miring (Wiji Thukul)
Suara Dari Rumah-Rumah Miring
(sajak Wiji Thukul)
di sini kamu bisa menikmati cicit tikus
di dalam rumah miring ini
kami mencium selokan dan sampah
bagi kami setiap hari adalah kebisingan
di sini kami berdesak-desakan dan berkeringat
bersama tumpukan gombal-gombal
dan piring-piring
di sini kami bersetubuh dan melahirkan
anak-anak kami
di dalam rumah miring ini
kami melihat matahari menyelinap
dari atap ke atap
meloncati selokan
seperti pencuri
radio dari segenap penjuru
tak henti-hentinya membujuk kami
merampas waktu kami dengan tawaran-tawaran
sandiwara obat-obatan
dan berita-berita yang meragukan
kami bermimpi punya rumah untuk anak-anak
tapi bersama hari-hari pengap yang
menggelinding
kami harus angkat kaki
karena kami adalah gelandangan.
Ini adalah antara sajak terbaik Wiji Thukul. Nadanya dalam sajak ini lebih mengajak kehadiran pembaca ke dalam baris-barisnya. Aku-lirik lebih ingin bercerita dan melukiskan secara sensual latar dunia terpencilnya berbanding membuat pengakuan seperti dalam sajak Catatan Hari Ini. Ada persamaan sajak ini dengan beberapa sajak kamar Chairil Anwar dan Emily Dickinson yang menjadikan latar sebuah kamar itu sebagai subjek utama sajak. Dari baris ke baris dan dari bait ke bait, tidak ada satu pun kata-kata yang ingin memberitahu pembaca bahawa bahawa si penyair ialah orang susah. Yang ada, sebaliknya, ialah imejan demi imejan tentang rumah miring itu sendiri. Bahagian paling kuat sudah tentu berada di bait kedua dan ketiga apabila digambarkan matahari yang menyelinap masuk bagai pencuri dan bunyi iklan radio yang menceroboh merosakkan keamanan rumah itu. Membaca sajak ini ialah mendengar suara-suara gelandangan dari sebuah dunia asing. Tetapi bukankah semua manusia itu ialah orang gelandangan di dunia ini?
Comments