Dua orang novelis Jepun yang saya baca berulang-ulang kali karya mereka ialah Haruki Murakami dan Banana Yoshimoto. Penulisan mereka mudah dibaca, tapi makna di sebalik cerita mereka membuat kita ingin membaca kembali dari mula. Dua orang penulis ini telah membawa roh Franz Kafka ke dalam sastera Jepun. Saya masih menunggu kemunculan novelis seperti mereka di negara kita. Dalam genre cerpen kita sudah ada Roslan Jomel dan Saharil. S. M. Zakir dahulu nampak gaya macam akan menjadi cerpenis pascamoden yang hebat, tapi kualiti penulisannya sekarang semakin menurun. Tapi antara cerpen dan novel, genre cerpen kita boleh kata ada perkembangan yang berterusan. Selepas Shahnon Ahmad, perkembangan novel kita telah merudum dengan teruk. Para novelis kita terlalu sibuk nak jadi orang politik dan orang intelektual sehingga lupa tanggungjawab mereka sebagai seorang seniman
Search This Blog
K.A.M Tunku Anum kini memulakan ekspedisi merentas galaksi untuk mencari planet Arrakis di mana puisi boleh dibenihkan menjadi pasir rempah
- Get link
- X
- Other Apps
Labels
Popular Posts
Suara Dari Rumah-Rumah Miring (Wiji Thukul)
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Aku bertanya,
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
termangu-mangu di kaki dewi kesenian.
kaki dewi kesenian,
ulat dan cacing melompat masuk
ke dalam jiwa mereka yang kosong.
Kita mesti keluar ke jalan raya,
keluar ke desa-desa,
mencatat sendiri semua gejala,
dan menghayati persoalan yang nyata.
Inilah sajakku
Pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian,
bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
bila terpisah dari masalah kehidupan.
(Boleh buat carian google kalau mahu teks penuh sajak yang ditulis pada tahun 1977 ini) =)
apabila seni dilacurkan
kepada kehendak masyarakat