Puisi Melawan Ketakutan


Ini kali pertama saya membaca sebuah puisi bukan untuk memahami keindahan bahasanya. Saya membaca puisi Charles Simic kerana saya takut. 

Saya berada dalam kereta berhadapan dengan pejabat tempat saya bekerja. Hari ini hari ketiga. Saya masih takut untuk minum kopi, makan sarapan, dan melangkah masuk pintu lobi. Tekak saya kering sepanjang masa. Jantung saya berdengup kencang ibarat cerek yang tidak akan mendidih. Kalau boleh saya ingin merangkak ke dalam tanah di bawah kereta saya. 

Dalam kebuntuan saya mencari benda untuk mengalihkan fikiran. Saya menemui puisi Simic berjudul "Couples at Coney Island": 


It was early one Sunday morning,
So we put on our best rags
And went for a stroll along the boardwalk
Till we came to a kind of palace
With turrets and pennants flying.
It made me think of a wedding cake
In the window of a fancy bakery shop.

I was warm, so I took my jacket off
And put my arm around your waist
And drew you closer to me
While you leaned your head on my shoulder,
Anyone could see we'd made love
The night before and were still giddy on our feet.
We looked naked in our clothes. 

Staring at the red and white pennants
Whipped by the sea wind. 
The rides and shooting galleries
With their ducks marching in line
Still boarded up and padlocked. 
No one around yet to take our first dime. 

Seperti biasa, puisi Simic mudah difahami. Ibarat pintu kedai roti yang sedia terbuka. Atau komedi putar yang terang-benderang permainan lampunya. Saya boleh membayangkan suasana pagi dalam puisi itu. Saya boleh dengar erangan dan ketawa nakal si gadis. Saya boleh rasa berahi tubuh mereka yang masih hangat. Saya ingin menjadi si lelaki yang memeluk erat kekasihnya. 

Kenapa mereka beradada di luar sebuah tapak pesta? Mungkin itulah memori semalam yang baru berakhir, dan menanti untuk berputar kembali keesokkan harinya. Namun mereka tidak peduli jika ia tidak berlaku. Saat itu, pada sebuah pagi Ahad, adalah detik paling bahagia yang mereka akan kenang dan merindui. 

Dan untuk seketika saya hilang — untuk seketika saya tenang — saya menunda peperangan dalam diri yang belum berhenti merusuh.    

Comments

Popular Posts